Monday, 27 January 2014
Stagnant ! Pengembangan Energi Alternatif Indonesia
Assalamualaikum,
apa kabar sahabat muda ? Semoga saat ini dan kedepannya selalu diberikan
kesehatan dan tetap energik untuk selalu menghasilkan karya yang luar biasa,
baik itu hanya sekedar tulisan atau tindakan lansung terhadap lingkungan. Pada kesempatan
ini saya ingin memberikan buah pikiran mengenai tema “Mengapa Pengembangan Energi Alternatif
Terkendala?” yang terkandung dalam artikel
dengan judul Desa Mandiri Energi di www.darwinsaleh.com
, berdasarkan data yang dipaparkan dalam
artikel tersebut terlihat sudah dikembangkan 628 desa mandiri energi, menghemat
43,3 juta liter BBM atau senilai Rp 195 Miliar (Anonim, 2009).
Akan menjadi potensi besar jika Desa Mandiri Energi ini dari tahun ketahun
terus dikembangkan sehingga penggunaan listrik ataupun bahan bakar fosil bisa
dikurangi. Nantinya bisa terjadi penghematan sehingga dari penghematan tersebut
bisa dilakukan penganggaran oleh pemerintah terhadap perbaikan, pemeliharaan infrastruktur
berupa pembangkit, ataupun diperluas lagi keseluruh pelosok negeri sehingga
menjangkau desa terpencil sekali pun.
Akan
tetapi masih banyak sekali kekurangan yang mesti diperbaiki demi kemajuan
kedepannya. Saya pikir kekurangan yang paling terlihat yaitu tidak adanya
pemerataan dalam pelaksaaan program ini, dan juga sumber daya manusianya juga
menjadi salah satu faktor yang harus ditinggkatkan lagi kualitasnya. Sangat
dominan sekali pulau Jawa mendapat peluang yang begitu banyak untuk menjalankan
program desa mandiri ini, bisa terlihat dari pemberitaan yang ada di media
massa ataupun media online. Jangan sampai terjadi kecemburuan dari pihak
pemerintah daerah karena belum tersentuh oleh program Desa Mandiri Energi ini.
Jujur
saja saya baru tahu adanya program desa mandiri energi walaupun program ini
telah berjalan kurang lebih 7 tahun yang dimulai sejak tahun 2007. Ini
menunjukkan bahwa kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat Indonesia. Coba
dipikir-pikir agar masyarakat Indonesia bisa tahu adanya program Desa Mandiri
ini, bagaimana kalau sosialisainya dibuat hampir sama seperti calon-calon
legislatif , DPRD yang gencar dengan poster-posternya, baliho, iklan-iklan
yang bertebaran di mana-mana, pasti saya
yakin semua akan cepat tahu,dan mempersiapkan denagan baik atau mungkin saya
sendiri yang kurang update informasi.
Berkaitan
dengan salah satu artikel lainnya dengan judul Energi Kotoran
Sapi di www.darwinsaleh.com , merupakan salah
satu contoh yang bisa dilakukan demi terwujudnya kemandirian energi. Berkat
pemanfaatan kotor sapi tersebut bisa dihemat penggunaan kompor minyak secara
signifikan. Saya sangat setuju sekali dengan tindakan-tindakan seperti ini. Kalau mau dieksplorasi semua potensi energi
diperdesaan pasti begitu banyak.
Dengan garis pantai
yang begitu panjang, Indonesia bisa
membuat PLTGL skala kecil yang mampu memenuhi kebutuhan listrik untuk daerah
pesisir. Pembangkit kecil ini dapat menghasilkan listrik sebesar 125 kilowatt
(Zamrisyaf, 2011). Dengan sungainya Indonesia bisa menciptakan PLTA atau skala
kecil PLTMH, dengan potensi cahaya matahari Indonesia bisa menciptakan PLTS ,
dengan panas buminya Indonesia bisa menciptakan PLTPB, sehingga tidak heran
penduduk Indonesia tidak akan merasa kekurangan dalam menyangkut hal
kemandirian energi ini sendiri.
Namun pada saat ini
kita sebagai warga negara Indonesia masih sangat bergantung sekali terhadap
listrik ataupun BBM dari pemerintah. Itu pun disubsidi agar bisa menjangkau masyarakat
Indonesia. Walaupun begitu jika dilihat kedepannya dengan kondisi semakin
tipisnya cadangan energi Bumi memungkinkan kita harus bisa berhemat dengan
memanfaat potensi yang ada sekitar. Biasanya pada kondisi kritis, otak kita akan dipacu untuk
mencari jalan keluar terhadap permasalahan ini. Tetapi jangan sampailah
menunggu hingga energi habis ,baru bertindak. Sebaiknya dipersiapkan mulai dari
sekarang.
Saya
ada sedikit contoh mengenai belum adanya kemampuan masyarakat dalam mengelola
sumber daya di daerahnya sendiri yang membuat energi alternatif ini sulit
terealisasi. Ini terjadi persis di Provinsi tempat saya berada yaitu di Bengkulu
tepatnya di Pulau Enggano, yang letaknya pun terpisah cukup jauh dari Provinsi
Bengkulu, kalau untuk menuju tempat tersebut dibutuhkan waktu seharian
menggunakan perahu. Pulau Enggano ini termasuk kedalam Kabupaten Bengkulu
Tengah, dengan luas wilayahnya sekitar 400,6 km2 , jumlah penduduk
pada daerah tersebut sebanyak 2.760 jiwa atau sekitar 843 Kepala Keluarga
(Anonim,2011). Pulau ini merupakan daerah yang sangat terisolir sekali dari listrik, sehingga tidak memungkinkan
akses listrik untuk masuk pada daerah ini. Sehingga sangat dibutuhkan sekali
kemandirian dari masyarakat setempat untuk bisa memanfaatkan potensi daerahnya
sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan listrik. Sebenarnya dari pemerintah
daerah Bengkulu Tengah sendiri telah memberikan bantuan berupa panel surya untuk
membantu penerangan daerah tersebut, tetapi tidak lama setelah itu hampir
keseluruhan panel tersebut tidak bisa digunakan, alasannya rusak dan tidak ada
pemeliharaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Akibat
dari kejadian tersebut masyarakat setempat beralih menggunakan genset sebagai
sumber pemenuhan listrik di rumah-rumah. Meraka harus membayar biaya yang cukup
mahal kepada penyedia genset untuk didistribusikan di rumah-rumah. Semakin
banyak peralatan elektronik yang digunakan akan semakin mahal juga biaya yang
harus dibayarkan. Saya cukup prihatin terhadap permasalahan yang muncul
didaerah ini, padahal potensi yang dimiliki pada daerah ini cukup banyak,
contohnya saja pada daerah ini dikelilingi oleh lautan sehingga berpotensi
sekali dikembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut, selain itu juga
saya yakin dengan kondisi di tengah laut potensi kecepatan angin bisa digunakan
untuk dikembangkannya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (Angin), dan juga Cahaya
Mataharinya. Beranjak dari permasalahan tersebut, harusnya pemerintah bisa
lebih aktif dan produktif dalam mengedukasi masyarakat dalam mengelola potensi
tersebut.
Saya
sempat membaca sebuah artikel mengenai ide kreatif yang berasal dari Jerman
yaitu pemanfaatan Solarkios dalam menghidupkan aktiviatas disuatu daearah.
Solarkios ini merupakan sebuah kios-kios kecil seperti kios makanan tetapi
dilengkapi panel surya untuk menghasilkan listrik. Contohnya saat ini solarkios
sudah diterapkan di negara Afrika, tepatnya di Kenya, dan Eithopia. Keberaaan
dari solarkios tersebut bisa dimanfaatkan secara maksimal, seperti menonton
televisi, membeli makanan dingin, bisa dijadikan pusat centra penerangan,
aktifitas sosial, jual beli dan juga solarkios menyediakan panel surya untuk
digunakan di rumah-rumah. Keberadaan solarkios tersebut menjadi pengedukasi
masyarakat dalam menggunakan panel surya dan bagaimana perawatan yang mestinya
dilakukan. Ini saya pikiir bisa diterapkan di negara Indonesia karena merupakan
negara kepulauan, di mana akses listrik sangat susah sekali untuk masuk ke
daerah pedalaman dan pulau-pulau terpencil.
Kekayaan
negeri kita Indonesia tidak akan putus selama kita bisa mengoptimalkan semua
aspek sumber daya yang tersedia. Percuma saja dengan melimpahnya sumber daya
alam yang bisa dimanfaatkan tanpa ada diiringi oleh sumber daya manusia yang
memiliki sikap dan visi untuk membangun Indonesia lebih baik. Ada salah satu
ide yang muncul dari dalam pikirin saya, bagaimana kalau ada sebuah wadah yang
menampung para pemuda, dilatih dan dikirim keberbagai pelosok negeri untuk
membangun kemandirian energi di suatu desa ? kita sebut aja Gerakan Indonesia Mandiri Energi. Saya
yakin dan percaya bahwa pemuda-pemuda Indonesia akan banyak berkontribusi dalam
pengembangan ini. Ide-ide segar serta tindakan yang tepat menjadi tonggak
pemuda dalam memajukan negeri kita Indonesia. Dari hal-hal kecil ini nanti lah
akan membawa perubahan besar terhadap Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang
berjumlah sekitar 240 juta (Anonim, 2013)
tidak akan sulit bagi Indonesia mencari para pemuda-pemuda potensial
untuk membangun kemandirian energi di Indonesia.
Dari penjelasan panjang lebar yang sudah diuraikan,
didapat empat poin utama yang menyebabkan pengembangan energi alternatif ini
terkendala, yaitu :
- Kualitas SDM Indonesia masih rendah
- Kurangnya Sosialisasi
- Kurang pedulinya masyarakat
- Tidak adanya pemerataan terhadap realisasi program ini.
Tulisan ini dibuat untuk
mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya
sendiri dan bukan merupakan jiplakan
Sumber referensi :
Anonim. 2009. 2 Tahun Indonesia
Memiliki 628 Desa Mandiri Energi. Diakses melalui http://techno.okezone.com
pada 20 Januari 2014
Anonim. 2011. Pulau Enggano. Diakses
melalui http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id pada 25 Januari 2014
Anonim. 2011. Pulau Enggano. Diakses
melalui http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id pada 25 Januari 2014
Anonim. 2013. Proyeksi Penduduk
2000-2025. Diakses melalui http://www.datastatistik-indonesia.com
pada 20 Januari 2014
Saleh, Darwin Zahedy. 2009. Desa
Mandiri Energi. Diakses melalui www.darwinsaleh.com pada 27
Januari 2014
Zamrisyaf. 2011. Pembangkit Listrik
Tenaga Gelombang Laut Sistem Bandul. Diakses melalui www.aseli.co
pada 22 Januari 2014
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
© Adam Tirta 2013 . Powered by Bootstrap , Blogger templates and RWD Testing Tool Published..Gooyaabi Templates
wah tema kita sama nih, tapi dari memandang kendala dari sisi yang berbeda, betul memang tingkat kesiapan masyarakat juga perlu ya krna itu terkait sumber daya manusianya, bagaimana dengan Kementerian ESDM sebagai pelopor program ini?? sepertinya belum banyak dipublikasikan ya informasi pencapaiannya?
ReplyDeleteYa betul, seolah-oleh program ini hilang tanpa ada publikasi info perkembangannya. Sya rasa terlalu banyak wacana yg diungkapkan. Terakhir pemberitaan mengenai program ini di informasikan tahun 2009 . Tahun 2010 - 2013 belum terlihat
ReplyDeletemenurut saya bukan hanya
ReplyDeleteKualitas SDM Indonesia masih rendah, Kurangnya Sosialisasi, Kurang pedulinya masyarakat, Tidak adanya pemerataan terhadap realisasi program ini. namun karena pemerintah nya itu sendiri yang acuh tak acuh, jika mereka ingin membuat sebuah program seperti ini mereka seharus nya lebih perhatikan apa yang akan mereka lakukan dan jug masalah dari biaya dan bahan" juga yang mungkin akan menghambat perkembangan dari program ini karena kita harus membuatukan biaya yang besar dan juga bahan" yg banyak untuk mencukupi semua kebutuhan masyarakat yang akan menggunkan produk tersebut .